Halaman

Senin, 03 Desember 2012

moment pemira


Bagaimana bersikap kepada pemimpin/Ulil Amri?
يأيها الذين ءامنواْ أطيعواْ الله واطيعواْ الرسول وأولى الأمرمنكم.
“Hai orang – orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri diantara kamu..” (An-Nisa’: 59)
Dari ayat tersebut diketahui bagaimana kita harus bersikap terhadap pemimpin? Ulil amri kita? Yaitu Thaat.
Ada 10 hadis yang disebutkan dalam Riyadus shalihin jilid 1 tentang kewajiban Menaati Pemimpin selama Tidak dalam Maksiat, salah satunya yaitu “ Ibnu Umar ra. Berkata bahwa Nabi saw. Bersabda, “ Kewajiban setiap muslim adalah mendengar dan menaati dalam hal yang disukai maupun dibenci, kecuali bila diperintahkan berbuat maksiat, tidak ada kewajiban mendengar dan menaati.” (Muttafaq ‘alaih). Dari perkataan Umar tersebut menguatkan ayat diatas, kewajiban akan taat kepada pemimpin dalam hal menjalankan perintah maupun meninggalkan larangannya, baik ketika kita sukai maupun tidak, kecuali jika diperintahkan untuk berbuat maksiat maka wajib meninggalkan perintah itu. Sebab tidak boleh taat kepada makhluk dalam hal berbuat maksiat kepada Khaliq (Allah swt.). Dampak dari ketidak taatan adalah sebuah kekacauan dan kekalahan seperti terjadi pada perang uhud. Pasukan yang dilengahkan oleh ghanimah sehingga tidak taat terhadap instruksi Rasulullah agar mereka tetep bertahan diposisi kekalahan dengan banyaknya yang terbunuh dari kaum muslimin dan Rasulullah pun terkena luka parah. Itu keadaan yang akan terjadi ketika para jundi, kaum muslimin yang tidak taat terhadap pemimpin. Bahkan kata Ibnu Umar ra., “ Aku mendengar  Rasulullah saw. Bersabda, “Barang siapa melepaskan tangan (baiat) dari ketaatan, maka ia akan bertemu dengan Allah pada hari Kiamat dengan tidak mempunyai alasan, dan barangsiapa mati sementara dilehernya belum ada baiat (belum pernah berbaiat), maka ia mati secara jahiliah.” (h.r. muslim). Itu ancaman dari Rasulullah akan ketidak taatan kepada pemimpin.
Thaat itu sikap yang pertama yang wajib kita jalankan. Didalam sikap tersebut akan terdapat 3 hal yaitu: tsiqah, adamul i’nat (tidak membangkang) dan indibath (disiplin). Hal itu merupakan kunci terbesar untuk kita munumbuh ketaatan kepada pemimpin tsiqah ini ada sikap percaya kepada pemimpin akan dirinya atau keputusannya dari yang dari yang kita sukai maupun tidak, bahkan kata ibny Abbas ra. Bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Barangsiapa tidak menyukai sesuatu pada pemimpinnya, maka hendaknya ia bersabar. Sebab, barangsiapa meninggalkan ketaatan kepada pemimpin sejengkal saja, maka kematiannya adalah kematiannya jahiliah.” (Muttafaq ‘alaih). So, harus yakin dan percaya terserah dia mau tidak adil atau zalim karena, Abu  Hunaidah, Wail bin Hujr ra. Berkata bahwa Salamah bin Yazid Al-Ju’fi bertanya kepada Rasulullah  saw.”Hai Nabi Allah, bagaimana pendapatmu bila di tengah kami muncul pemimpin – pemimpin yang menuntut haknya dari kami, namun mereka tidak memberikan hak kami. Apa perintahmu kepada kami?” Rasulullah saw. Menjawab,”Dengarlah dan taatilah. Mereka menanggung dosanya sendiri ( karena tidak memberikan hak orang) dan kamu menanggung dosamu sendiri (karena tidak mendengar dan menaati).”(H.R.Muslim). Jadi tsiqahlah kepada pemimpin untuk mengantarkan ketaatan kita kepadanya, apapun yang terjadi.
Yang kedua adalah adamul ‘inat (tidak membangkang). Karena sikap membangkang merupakan sikap salah satu dari tiga sikap yang dimurkai Allah. Terjadi pembangkangan pertama yaitu dilakukan iblis saat diperintahkan oleh Allah untuk sujud(bukan menyembah) kepada Nabi Adam, tetapi dia membangkang akan perintah Allah hingga akhirnya dia dimasukan kedalam Neraka karena Allah murka padanya.
Pembangkang adalah sifat syaithan (makhluk yang durhaka kepada Allah). Bibit utama dari membangkat itu adalah sombong. Jika dilihat dari konteks saat ini banyak pembangkang – pembangkang terhadap pemimpinnya dalam sebuah jamaah atau pemerintahan. Contohnya pada jaman Ikhwanul Muslimin ada seorang pembangkang yaitu gamal abdul nasad. Jadi memang sudah sunnatullah pembangkang itu ada pada sebuah hizb (perkumpulan)/ jamaah. Membangkan ini seringkali banyak penyebabnya salah satunya jika seorang tidak mengetahui suatu sistem/strategi/ sesuatu yang memang tidak semua orang boleh tau dan kita wajib mentaati hasilnya. Jadi kalau kembali ke pembahasaan awal tentang taat, memang ketaatan itu berdasarkan kepahaman apakah perintahnya itu sebuah perbuatan dosa atau tidak, tapi ketika sang pemimpin itu sendiri adalah orang yang taat kepad Allah dan Rasul-Nya kadangkala ada hal yang kita tidak perlu tahu tapi harus kita taati, maka taatilah karena membangkang kepada pemimpin itu juga merupakan bentuk pembangkangan terhadap Allah. Tiga bentuk pembangkangan terhadap Allah yaitu:
1.      Bermaksiat dan melanggar aturan Allah dalam segala hal. Contohnya: penganut liberal, komunis dll.
2.      ‘inat kepada Rasululla, bentuknya menyepelekan sunnah Rasul, tidak mengimani, tidak mencintai dan tidak membelanya serta beribadah tidak sesuai yang dicontohkannya dan mengingkari Risalahnya.
3.      ‘inat kepada ulil amri/pemimpin, “barangsiapa yang melawan dan membangkan kepada pemimpin padahal mereka sudah sepakat mengangkatnya kemudian dia membangkan maka dia keluar dari apa yang disyariatkan Rasul.”
Yang terakhir adalah indibath (disiplin) kedisiplinan terhadap ketaatan begitu penting terbukti saat perang uhud kekalah karena pasukan yang tidak disiplin dengan posisi masing – masing karena dilengahkan oleh ghanimah. Disiplin disini yaitu disiplin terhadap perintah qiyadah dan bersegera, dalam hal ini kita harus menerapkan tsiqah dan i’minan (tenang) dengan keputusan yang telah disyurakan.
      Begitul bagaimana kita bersikap kepada pemimpin kita, ketaatan adalah hal yang tidak bisa diremahkan karena Abu Hurairah ra. Berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Barangsiapa taat kepadaku, maka sungguh, ia telah taat kepada Allah dan baransiapa bermaksiat kepadaku, maka sungguh, ia telah bermaksiat kepada Allah. Barang siapa taat kepada pemimpin, maka sungguh, ia telah taat kepadaku, barangsiapa bermaksiat kepada pemimpin, maka sungguh,ia telah bermaksiat kepadaku”.(Muttafaq ‘alaih).
      Semoga bermanfaat dan bisa diamalkan dalam kehidupan ini.

Tidak ada komentar: