IBU TIRI
(Moment Home
Visit)
Cerita ini adalah bagian
dari cerita perjuangan panjangku dalam proses home visit pada hari ahad tanggal
19 mei 2013 di magelang. Kali itu adalah rumah yang ke-5 dari 6 rumah yang aku
kunjungi. Di sebuah kecamatan Salaman, dekat dengan Borobudur aku cari sebuah
desa yang tidak ada peta dan dikasih arah sama sang anak ini, tapi bukan etoser
kalau tidak nekad, bukan etoser kalo optimis bakal ketemu tempatnya. Enteh berapa
orang yang aku tanyai tentang dusun itu. Hingga aku harus bolak – balik karena
beberap kali salah jalan atau salah belok.
Jalan yang aku lewati ini
bukanlah jalan normal pada umumnya. Karena aku melewati jalan yang hanya
disemen dipinggir jalan sedangkan ditengah penuh dengan batu, rumput dan ada
yang berisi tanah belet. Sedangan kanan jalan adalah sungai besar yang tak
terpagar dan berair keruh dikiri jalan adalah jurang, sungguh penuh kehatian
dalam menyetir sepeda motor ini karena selain jalan licin takut terpeleset
sehingga membuatku masuk jurang atau terpelosok di sungai.
Setelah sekian lama aku
mencari, “alhamdulillah” dalam hati ketika rumah yang aku cari – cari ditemukan
juga. Sampai dirumah ternyata hanya ada seorang ibu, “kok sepi ibu?” tanya ku
pada ibu pendaftar beasiswa etos. Setelah berbasa – basi aku langsung membuka
form yang harus diisi dan mewawancarai sang ibu, awalnya sang ibu ini meminta
saya agar menelpon bapak saja. Tapi menurutku kalau sudah ada ibu kenapa harus
mencari yang tidak ada, lagian kan yang penting formnya terisi dan aku bisa
melihat kondisi rumah dan kehidupan secara langsung.
Ternyata aku menarik
perkiraanku sendiri, karena setelah beberapa pertanyaan yang aku ajukan yang
itu merupakan pertanyaan – pertanyaan remeh dan mudah kok jawaban sang ibu
membuat aku ragu dan merasa aneh. Ketika aku bertanya :”lulusan bapak apa bu?”.
Dia menjawab “wah g tau mba. Aku langsung bingung tur merasa aneh yang
mendalam. Berlanjut kepoint berikutnya “sekarang bapak kerja apa bu?”,pikirku
masa istri g tau suaminya kerja apa tu kan tidak mungkin jadi aku yakin kali
ini ibu g bakal jawab g tau. Ternyata perkiraanku salah setelah mendengar
jawabannya “wah g tau mba, bapak ditelpon aja tu ada nomornya.” Ckckckckc,,,,,
aku harus bagaimana? Udah susah mencari tempat ini eh ketemu seorang ibu yang
sangat aneh. Lebih aneh lagi ketika aku menanyakan bahwa si anak yang mendaftar
beasiswa ini anak keberapa dan punya saudara berapa? Itupun dia g tau. Dengan
polos aku tanya, “ibu, punya anak berapa?. Jawabnya dengan polos “belum punya,”
ha, aku langsung mlongo selebar – lebarnya, trus yang daftar beasiswa anak
siapa? Ehm,,,,, #garuk-garuk kepala tambah bingung.
Seketika aku langsung
menutup lembar form tersebut dan berfikir tentang apa yang terjadi pada
keluarga ini. Aku langsung membuka
berkas yang aku bawa dari pendaftar, aku baca kisah perjalanan hidupnya. Setelah
panjang aku temui bahwa ternyata anak ini mendapati kehidupan yang berat karena
saat kecil dia sudah mendapi orang tuanya harus bercerai dan ketika SMP
bapaknya menikah lagi dengan ibu yang aku sedang wawancarai ini. O’oh pantesan,
aku jadi tau kondisinya dan tak berani tanya – tanya ke ibu ini tentang yang
ada di form. Aku hanya mengobrol – ngobrol yang kadang dikaitkan dengan point –
point yang harus ditanyakan hanya saja aku harus menganalogikan pertanyaan
dalam sebuah bentuk yang berbeda dan unik.
Karena ketidak tenangan
sang ibu, akhrinya sang ibu menghubungi bapak agar pulang lewat HP tetangganya
dan aku disuruh menunggunya. Awalnya aku fikir aku pulang saja dulu lagian ibu
ini tidak tau apa – apa tentang kondisi keluarganya. Ya, akhirnya aku terpaksa
menunggu, lebih terpaksa lagi ternyata aku harus menunggu sekitar setengah jam.
Gila ini, menunggu dengan penuh krik – krik karena ketika aku mencoba basa –
basi tanya hal – hal yang ingin aku ketahui mengenai daerah itu, lagi – lagi sang
ibu menjawab “g tau”, “g tau” dan “g tau”. Ehm, bikin jenuh dan sebel
sebenarnya. Aku jadi ingat dengan diriku, ibuku telah meninggal. Aku berfikir
apakah kalau ayah-ku telah menikah lagi dan aku punya ibu tiri apakah ibu
tiriku seperti dia? Yang tidak tau apa – apa tentang keluarga, anak dan lain –
lain. Ehm, #miris.
Setelah aku bosan menunggu
hingga aku memutuskan untuk pulang saja dari pada menunggu lebih lama lagi. Sang
ibu ini mencegah agar aku tunggu sebentar lagi. Yah, apa boleh buat. Tapi alhamdulillah
akhrinya bapak ini datang juga dan dengan bersegera aku langsung menanyakan
point – point yang harus aku tanyakan dan belum terisi. Setelah selesai aku
langsung minta pamit, tapi – eh tapi ternyata aku disuruh makan dulu. Ehm,
padahal sebelum kesitu aku udah makan mie ayam kenapa ini disuruh makan lagi,
rasa – rasanya pengin muntah kekenyangan. Tapi aku yang tidak suka mengecewakan
orang dalam hal ini, aku mencoba tetep mencicipi masakan ibunya, walaupun Cuma sesendok
tapi tak apa yang penting ada usaha
menghormati mereka.
Sesesai makan ternyata
ujan deres, tapi aku tetep nekad untuk pulang soalnya masih ada satu rumah yang
harus aku datangi. Dengan berbekal jas ujan aku kembali mencari rumah terakhir.
_selesai_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar